Identitas Buku
Judul:
Gadis Pantai
Penulis:
Pramoedya Ananta Toer
Penerbit:
Lentera Dipantara
Tahun
terbit: September 2011
Kategori:
Roman
Jumlah
halaman: 272 Hlm.
ISBN:
979-97312-8-5
Peresensi:
Mohammad Iqbal*)
Di pesisir pantai Rembang, di akhir abad ke-19, ada
kampung yang masyarakatnya hampir semuanya berkerja sebagai nelayan. Kampung
tersebut disebut Kampung Nelayan. Di kampung itu ada seorang gadis berumur 14
tahun, anak pasangan suami istri yang hidup miskin, menjadi tokoh utama dalam
novel ini. Gadis Pantai sebutannya.
Gadis Pantai dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang
priyayi di kota. Orang tuanya berharap kehidupannya agar lebih baik
setelah itu. Di rumah seorang Bendoro, suami Gadis Pantai, ia tinggal. Keadaan
yang sangat berbeda dengan kampungnya yang dulu. Tanpa hangatnya pasir pantai.
Tanpa terik matahari pagi. Tanpa pekerjaan yang biasa ia lakukan, membantu
orang tuanya menjala. Karena sekarang ia menjadi seorang yang lebih dihormati, seorang
wanita utama, bukan sebagai orang kebanyakan. Wanita utama mendapat panggilan
Mas Nganten oleh penghuni rumah Bendoro.
Ditemani seorang yang mengajarkan pengalaman kehidupan, dia
tinggal di rumah Bendoro. Gadis Pantai menjadi tahu tentang apa itu kehidupan
yang sebenarnya. Nenek tua itu menemani, menceritakan pengalaman hidupnya.
Waktu semakin bergulir, Gadis Pantai akhirnya menyadari bahwa dia bukan wanita
utama untuk Bendoro. Posisinya semacam perempuan yang dinikahkan hanya untuk
latihan. Pada waktunya, Bendoro akan meninggalkan Gadis Pantai dan akan menikah
yang dianggap sebenarnya yaitu dengan wanita yang sederajat. Dengan wanita
keturunan sederajat dari golongan priyayi, bangsawan Jawa.
Selang beberapa waktu, sekitar tiga tahun, setalah ia bisa beradaptasi,
Gadis Pantai dianugerahi seorang anak. Anak perempuan yang dilahirkan olehnya
dan terkesan Bendoro kurang begitu senang.
Selain itu, saat ini adalah waktu dimana Bendoro harus menikah.
Menikah dalam arti yang sebenarnya dengan wanita yang sederajat. Kira-kira
setelah bayinya berumur tiga setengah bulan, tiba pada waktunya, akhirnya Gadis
Pantai diceraikan. Dipulangkan dengan paksa. Dengan diberi beberapa materi.
Tetapi tanpa Bayi.
***
Buku ini berhasil ditulis oleh Pramoedya Ananta Tour karena terinspirasi
oleh kisah neneknya sendiri. Buku ini bisa dikatakan buku sejarah, sejarah yang
mungkin tidak banyak orang yang tahu dan dikemas oleh Penulis secara apik.
Novel ini menceritakan unsur feodalisme di tanah Jawa pada akhir abad ke-19.
Sebuah kekuasaan yang dipegang oleh para priyayi ini diceritakan di pesisir
Rembang. Kaum priyayi ini bertindak semena-mena, mempergunakan posisinya
mempermainkan kaum kebanyakan. Yaitu kaum miskin dari kampung.
Sebuah pernikahan dini juga diungkit dalam novel ini, digambarkan
oleh tokoh Gadis Pantai. Diceritakan sebagai seorang yang begitu polosnya
sebagai korban pernikahan percobaan. Pembaca bisa dibuat sakit hati
membayangkannya karena kisah-kisah yang sekarang bisa dikatakan mencederai hak
asasi manusia.
Penulis memberikan gambaran kejadian cerita di akhir abad ke-19
memasuki abad ke-20 dengan bagus, mulai dari menyebutkan baru dibangunnya Jalan
Raya Pos oleh Deandles hingga menceritakan Bupati Jepara yang akan menikah lagi
karena meninggalnya ibu R.A. Kartini.
Novel ini sebenarnya trilogi dari dua novel lainnya, sangat
disayangkan naskah lanjutan dari cerita ini tidak ditemukan, dikatakan hilang
akibat ganasnya rezim Orde Baru. Roman Gadis Pantai ini mungkin tidak akan
ditemukan jika mahasiswa Australia—Savitri P. Scherer—tidak membuat tesis
tentang kepengarangan Pram dan akhirnya mengirimkan dokumentasinya.
Sangat disayangkan Pram tidak mencoba menuliskan kembali kisah lanjutannya.
__
Tulisan ini telah diterbitkan di http://bloktuban.com/artikel-read.php/?show=5041-feodalisme-di-tanah-jawa-dalam-sastra.html pada 4 Agustus 2016