Minggu, 04 Juni 2017

Survival Anak Rantau di Bulan Puasa

5 Orang; 3 dalam frame foto, 1 fotografer, dan 1 penunjuk arah paling depan

“Terkadang pulang kampung adalah hal yang malas saya rencanakan.”
Bulan Puasa, bulan yang penuh dengan teka-teki dan perencanaan yang matang demi mendapatkan sebuah pencapaian yang benar-benar nyata. Tidak muluk-muluk. Pencapaian tersebut adalah menemukan tempat buka puasa yang pas. Atau simpelnya “Gratis”.
Meski pernah gagal satu kali dalam pencarian tempat penyedia takjil. Bersama dua teman saya asli penghuni Rumah Lembab 23A (Beskem Solidaritas, Red) tetap bersemangat mencari tempat buka bersama gratis yang akhirnya berakhir di Masjid Ulul Albab UINSA. Kegagalan tersebut bermula ketika kawan saya bernama Toyiz, Kyai Rumah Lembap, mendapatkan info dari Ta’mir Masjid tempat ia sering singgah jikalau ada Tahlilan dan buka bersama pukul 4 Sore di salah satu rumah Dosen UINSA daerah Gang Masjid.
Tentu, seperti polisi di film India yaitu tidak tepat waktu saat ada tindakan kriminal, kami berangkat 30 menit lewat jam 4. Menuju Gang Masjid tidak membutuhkan waktu seperti mencari kunci motor yang klibet (lupa naruh, Red). Benar saja, 5 menitan kami sudah sampai depan rumah tujuan. Kami tidak terlambat. Hebat. Kami tidak terlambat karena tidak ada kegiatan apapun di sana. Tidak ada Soundsystem. Tidak ada banyak sandal di depan rumah. Bahkan tidak ada siapapun. Hanya ada karangan bunga ucapan duka.
                Gelak tawa menyertai kami berlima. Toyiz mengingat dengan keras. Dan akhirnya sidang memutuskan jika Toyiz lupa ataupun salah dengar. Karena ternyata Tahlilan terakhir bukan hari itu namun sudah hari kemarin sebelumnya. Memang, lapar membuat fatamorgana.
                Kami putuskan untuk lanjut menuju Masjid Ulul Albab. Selang beberapa menit Adzan Magrib sudah dikumandangkan. Kami berbuka dengan hikmat layaknya upacara bendera yang lupa terakhir kapan saya pernah lakukan.
                 Para pencari takjil. Itulah sebutan umumnya, kata kawan saya Mizan. Kawan saya yang satu ini sangat antusias dalam pencarian tempat-tempat penyedia takjil. Jika kalian para netizen pengguna Whatsapp menemukan pesan Broadcast yang berisi daftar tempat penyedia buka puasa Cuma-cuma dengan urutan nomor 1 Masjid Ulul Albab UINSA, ialah pencetus pesan-nya. Bahkan sekarang sudah diteruskan oleh pengguna yang lain. Hingga lebih dari 10 daftar tempat berbuka. Semoga amal teman saya yang satu ini diterima.
                Kegiatan mencari takjil tidak saya lakukan setiap hari. Puasa di awal-awal dulu, hingga hari ke-3, kami lebih memilih membeli lauk. Selain itu juga ada kegiatan Bukber organisasi sampai tiga kali. Terback-up lah semuanya. Haha.
                Namun tidak selamanya kita harus dan harus terus mengejar bola. Dengan doa yang tulus dan tak pernah putus untuk mendapatkannya. Uhuk. Akan terkabulkanlah pastinya. Seperti tadi. Penghuni Rumah Lembab keluar semua saat waktu buka. Ada yang buka bersama dengan organisasi tetangga. Ada yang buka bersama karena sudah mendapat kupon dari Masjid juga. Hingga ada juga yang pulang kampung. Namun saya putuskan untuk menetap di Beskem saja. Dan akhirnya. Jeng-jeng. Jodoh tidak kemana. Rejeki pun menghampiri. Tetangga Beskem ada acara. Dikirimlah Nasi Soto tiga porsi.
Karena hal-hal tersebut lah, membuat pulang kampung menjadi hal yang malas saya rencanakan. Ngerencanain aja malas. Apalagi ngelakuin. -_-
Surabaya, 4 Juni 2017

Maaf Spam, Tulisan yang Tercecer di Media Mainstream

Salam Olahraga.

Kalau boleh jujur akhir-akhir ini, semenjak merantau di Surabaya, saya sudah super sekali jarang melakukan olahraga. Berbeda dengan 6 tahun yang lalu, setiap malam masih sempat ikut olahraga di pelataran Sekolah Dasar, terkadang juga di halaman salah satu rumah masyarakat di desa Sendang. Olahraga ini mewujudkan cita-cita saya dulu ketika masih sering nonton film yang dibintangi om Jackie Chan. Meskipun belum pernah berlaga dikompetisi tapi cukuplah untuk menyehatkan badan. Hehe.

Lah. Hobi saya sekarang sudah tidak jelas ketika merantau. Salah satunya menulis. Dan menulispun sebenarnya belum bisa dikatakan hobi. Karena semangatnya masih prundal-prundul. Kadang muncul kadang enggak. Tapi tetap istiqomah saja deh pokoknya. Soalnya kata eyang Pramoedya Ananta Toer "Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Maka dari itu saya mencoba abadi dalam tulisan. Saya juga ingat kutipan Sayyid Qutb yang lumayan sadis, "Jika dengan satu peluru kamu hanya bisa menembus satu kepala, maka dengan satu tulisan kamu bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala."

Terlepas dari itu, berbagi adalah salah satu koentji menjadi manusia yang humanis.

Berikut tulisan saya yang tercecer di media Mainstream:

Esai BlokTuban.com:

http://bloktuban.com/artikel-read.php/?show=9919-pers-mahasiswa-penolakan-dan-perjuangan-eksistensinya.html


http://bloktuban.com/artikel-read.php/?show=9919-pers-mahasiswa-penolakan-dan-perjuangan-eksistensinya.html


Resensi BlokTuban.com:
http://bloktuban.com/artikel-read.php/?show=5041-feodalisme-di-tanah-jawa-dalam-sastra.html


Citizen Jurnalism SuryaOnline dan BlokTuban:

http://surabaya.tribunnews.com/2016/02/14/imaro-tuban-menginspirasi-dengan-merogoh-kocek-pribadi

http://bloktuban.com/artikel-read.php/?show=6773-libur-akhir-pekan-imaro-uinsa-helat-latihan-kepemimpinan.html


Digimag Harian Surya:
http://bit.ly/digimagsurya




Diberdayakan oleh Blogger.